Begitulah yang diceritakan seorang pemandu acara Jelajah Kota Toea dalam pemutaran film Kota Toea yang menggambarkan Jakarta pada 1910-1915 di Museum Bank Mandiri, Jakarta, Minggu (5/3/2010).
"Harmoni dulu juga tempat transit mayat yang nantinya dimakamin di Taman Prasasti atau di Pulau On Rust," ujarnya.
Selain kawasan Harmoni, film Jakarta tempo dulu yang diputar di acara tersebut memperlihatkan kawasan pecinan Glodok, perumahan elite Belanda, Kondangdia, kawasan Beos, dan Sunda Kelapa. Dengan gambar hitam putih, film tersebut memperlihatkan bahwa warga Jakarta tempo dulu menggunakan trem sebagai alat transportasi massal. Trem seperti kereta yang bergerak dalam lintasan rel di jalan-jalan.
"Kalau sekarang di bawah jalur busway itu digali, masih ada relnya trem," kata si pemandu kemudian.
Selain trem, warga Jakarta tempo dulu menggunakan sepeda dan delman untuk menempuh perjalanan.
Menurut si pemandu, jarang sekali yang menggunakan kendaraan pribadi.
Selain menggambarkan kondisi jalan di beberapa kawasan, film pendek Jakarta tempo dulu juga menunjukkan aktivitas-aktivitas prajurit Belanda kala itu, seperti berparade di Lapangan Banteng.
"Parade di Lapangan Banteng untuk menunjukkan kekuatan Belanda kepada Jepang," imbuh si pemandu.
Banyak hal yang membuat penonton film terkejut ketika melihat kawasan Jakarta tempo dulu dan budaya orang Belanda yang agak janggal jika dibandingkan dengan saat ini, seperti budaya makan dengan dilayani 40 pelayan.
Sebagian film budaya tersebut dipertontonkan kepada 200 peserta Jelajah Kota Toea hari minggu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar