BERKEMBANG PESAT: Siswati menunjukkan alat permainan edukatif yang diproduksi CV Putra Putri.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) tak selamanya pahit.Lihat saja Siswati.PHK justru menuntunnya menjadi pengusaha sukses di bidang alat permainan edukatif anak usia dini.
TAHUN 2005 menjadi tahun tak terlupakan bagi Siswati. Pada tahun tersebut dia bersama 12 rekannya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari PT Mentari Toy, tempatnya bekerja. Perusahaan mainan di daerah Jombang, Jawa Timur itu terpaksa melepas Siswati dan kawan-kawan lantaran gulung tikar. Siswati pun nyaris putus asa. Apalagi sewaktu terkena PHK, usianya bersama 12 rekan sudah tidak muda lagi,rata-rata 40 tahun. ”Di usia 40 tahun,mana ada perusahaan yang mau menerima kami bekerja,” Siswati bercerita.
Di tengah keputusasaan,secercah harap untuk dapat kembali meraih masa depan yang lebih baik terkuak. Ibu empat anak tersebut mendapat tawaran dari seorang pejabat di Jombang bekerja sama membuat mainan edukatif. Bersama 12 rekan-rekannya yang terkena PHK, Siswati pun menjalin kerja sama tersebut. Terlebih pejabat asal Jombang tersebut menawarkan beberapa kemudahan. Sayang,entah mungkin karena belum rezeki,di tengah jalan kerja sama itu terhenti. Siswati kembali menemui persoalan pelik. Buntut kerja sama yang terputus di tengah jalan, dia dan rekan-rekannya harus menanggung sejumlah utang.
”Kesabaran kami benar-benar diuji saat itu,”katanya. Di tengah cobaan tersebut, pertolongan ternyata tetap saja datang.Rekan atasannya sewaktu di PT Mentari Toy menawarinya mendirikan perusahaan permainan edukatif agar utang yang ditanggungnya dapat terbayar. Dengan modal pinjaman, Siswati dan dua temannya mengawali upaya mendirikan perusahaan dengan menjadi distributor mainan dari kayu, plastik, dan besi. “Saat itu kami belum memproduksi, tetapi memesan barang dari Jateng dan Jatim,”katanya. Usaha distributor mainan ditekuninya hingga satu setengah tahun. Selama menjalankan usahanya sebagai distributor, pasar merespons dengan baik.
Barangbarang yang diambil dari wilayah Jatim dan Jateng tersebut selalu habis terjual. Merasa ilmu dalam bisnis mainan telah lengkap diperoleh,Siswati bersama sejumlah temannya yang terkena PHK pada 2007 mendirikan CV Putra Putri dengan modal Rp40 juta. Beberapa kawan mantan pekerja PT Mentari Toy juga diajak ikut serta. Tak butuh waktu lama bagi CV Putra Putri yang memproduksi permainan edukatif untuk berkembang pesat. Pesanan satu demi satu berdatangan, hingga jumlahnya ribuan.Omzet perusahaannya meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada awal-awal pendirian omzetnya masih berada di kisaran Rp1-2 miliar per tahun,pada 2009 omzet perusahaannya telah mencapai Rp8 miliar per tahun.
Penambahan omzet yang demikian besar itu menurut Siswati karena dalam tempo waktu tiga bulan terakhir pada 2009, perusahaannya mendapat order dari 18 kabupaten di Indonesia. ”Semua berjalan demikian cepat. Saya sendiri tak mengira kalau perusahaan yang bisa dikatakan industri rumahan bisa seperti sekarang,”kata Siswati. Kini produksi mainan edukatif CV Putra Putri dengan merek dagang Papoe (singkatan dari putra dan poetri) telah merambah 33 provinsi di Indonesia. Dari Sabang di Aceh sampai Merauke di Jayapura.
Pabriknya yang berdiri di atas lahan seluas 1.500 meter persegi di Desa Kembangbunder, Jombang, setiap bulan telah mampu memproduksi hingga 513 jenis mainan edukatif untuk anak di usia emas (golden age),0-4 tahun.CV Putra Putri juga menampung pekerja yang sebagian besar dari warga sekitar, ditambah beberapa pekerja mantan karyawan PT Mentari Toy. Atas prestasi itu, banyak penghargaan yang diterima Siswati.Perusahaannya kerap menjadi contoh pembuatan alat edukatif yang ramah lingkungan, memerhatikan aspek kesehatan, dan tidak membahayakan untuk anak balita.
”Pelatihan-pelatihan yang saya dapatkan membantu saya membuat mainan yang memperhatikan standar keselamatan dan keamanan. Semua bahan yang kami gunakan aman dan tidak mengandung racun,”ungkapnya. Dia juga dipercaya menerima pinjaman bank sebesar Rp125 juta dari BNI.Jumlahnya terus meningkat hingga kini menjadi Rp150 juta. Siswati memilih BNI karena mutu pelayanan dan suku bunganya yang kompetitif. Namun,tak selamanya roda bisnis CV Putra Putri berjalan mulus. Nah, situasi yang paling sulit dihadapi Siswati adalah penjiplakan yang dilakukan perusahaan lain terhadap Papoe, brand produk CV Putra Putri.Penjiplakan hasil karya ini,menurut Siswati, sudah cukup mencemaskan.
”Banyak komplain ke kami bahwa produk bikinan Jombang kurang baik.Padahal, setelah kami selidiki,ternyata produk itu dari daerah lain,”katanya. Ironisnya, tak banyak pilihan bagi Siswati untuk keluar dari masalah ini. Untuk mendaftarkan hasil karyanya, setiap item dikenai biaya registrasi Rp600.000. Bisa dibayangkan, berapadanayangharus dikeluarkan CV Putra Putri untuk mematenkan ratusan jenis mainannya. Ini belum termasuk empat jenis mainan baru yang setiap bulan diciptakan CV Putra Putri.”Kesadaran penghargaan terhadap karya orang lain masih minim,”katanya. Tantangan lain datang dari kemunculan perusahaan-perusahaan sejenis.
Banyak perusahaan baru menawarkan harga jual lebih rendah sehingga merusak harga pasar.Serbuan produk murah dari China meski tidak terlalu berpengaruh signifikan juga menjadi ujian lainnya. Meski tantangan dan cobaan sepertinya tak pernah berhenti mendera,istri seorang dosen di sebuah universitas di Kota Malang tersebut tetap tegar. Salah satu pendorong semangatnya adalah obsesi mulia untuk memberi pekerjaan bagi banyak orang.“Kami berobsesi bisa menampung 1.000 karyawan dari tempat saya bekerja dulu (Mentari Toy),”katanya. Siswati juga ingin wilayah pemasaran usahanya tidak hanya di dalam negeri.Ke depan dia ingin produk Papoe bisa diekspor ke luar negeri.
Dia mengatakan, ada beberapa pihak yang sudah menjajaki untuk mengekspor produknya.” Mudah-mudahan dalam waktu dekat, produk saya juga bisa dijual ke luar negeri,”harapnya. Cita-cita mulia lainnya adalah keinginannya mendirikan anak usaha dari bidang yang digelutinya saat ini. Siswati ingin membuat perusahaan ekspedisi. Perusahaan ekspedisi akan turut membantu memperlancar distribusi barang. Usaha ekspedisi diakuinya juga punya prospek cerah. ”Dengan adanya usaha tersebut, saya harap dapat kembali mengentaskan pengangguran di wilayah sekitar,”katanya. Tak berhenti di sini, cita-cita mulia Siswati masih berderet antara lain mendirikan sekolah untuk anak usia dini dengan standar tinggi.
Dia ingin anak-anak di Jombang, khususnya di sekitar perusahaannya, berdiri menjadi anak cerdas, mampu meraih cita-cita setinggi langit.Begitulah Siswati,perempuan pengusaha asal Jombang, yang senantiasa tak bisa lepas dari tanggung jawabnya sebagai seorang ibu, turut membesarkan dan mendidik anak-anak Indonesia.
Pemutusan hubungan kerja (PHK) tak selamanya pahit.Lihat saja Siswati.PHK justru menuntunnya menjadi pengusaha sukses di bidang alat permainan edukatif anak usia dini.
TAHUN 2005 menjadi tahun tak terlupakan bagi Siswati. Pada tahun tersebut dia bersama 12 rekannya terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dari PT Mentari Toy, tempatnya bekerja. Perusahaan mainan di daerah Jombang, Jawa Timur itu terpaksa melepas Siswati dan kawan-kawan lantaran gulung tikar. Siswati pun nyaris putus asa. Apalagi sewaktu terkena PHK, usianya bersama 12 rekan sudah tidak muda lagi,rata-rata 40 tahun. ”Di usia 40 tahun,mana ada perusahaan yang mau menerima kami bekerja,” Siswati bercerita.
Di tengah keputusasaan,secercah harap untuk dapat kembali meraih masa depan yang lebih baik terkuak. Ibu empat anak tersebut mendapat tawaran dari seorang pejabat di Jombang bekerja sama membuat mainan edukatif. Bersama 12 rekan-rekannya yang terkena PHK, Siswati pun menjalin kerja sama tersebut. Terlebih pejabat asal Jombang tersebut menawarkan beberapa kemudahan. Sayang,entah mungkin karena belum rezeki,di tengah jalan kerja sama itu terhenti. Siswati kembali menemui persoalan pelik. Buntut kerja sama yang terputus di tengah jalan, dia dan rekan-rekannya harus menanggung sejumlah utang.
”Kesabaran kami benar-benar diuji saat itu,”katanya. Di tengah cobaan tersebut, pertolongan ternyata tetap saja datang.Rekan atasannya sewaktu di PT Mentari Toy menawarinya mendirikan perusahaan permainan edukatif agar utang yang ditanggungnya dapat terbayar. Dengan modal pinjaman, Siswati dan dua temannya mengawali upaya mendirikan perusahaan dengan menjadi distributor mainan dari kayu, plastik, dan besi. “Saat itu kami belum memproduksi, tetapi memesan barang dari Jateng dan Jatim,”katanya. Usaha distributor mainan ditekuninya hingga satu setengah tahun. Selama menjalankan usahanya sebagai distributor, pasar merespons dengan baik.
Barangbarang yang diambil dari wilayah Jatim dan Jateng tersebut selalu habis terjual. Merasa ilmu dalam bisnis mainan telah lengkap diperoleh,Siswati bersama sejumlah temannya yang terkena PHK pada 2007 mendirikan CV Putra Putri dengan modal Rp40 juta. Beberapa kawan mantan pekerja PT Mentari Toy juga diajak ikut serta. Tak butuh waktu lama bagi CV Putra Putri yang memproduksi permainan edukatif untuk berkembang pesat. Pesanan satu demi satu berdatangan, hingga jumlahnya ribuan.Omzet perusahaannya meningkat dari tahun ke tahun. Jika pada awal-awal pendirian omzetnya masih berada di kisaran Rp1-2 miliar per tahun,pada 2009 omzet perusahaannya telah mencapai Rp8 miliar per tahun.
Penambahan omzet yang demikian besar itu menurut Siswati karena dalam tempo waktu tiga bulan terakhir pada 2009, perusahaannya mendapat order dari 18 kabupaten di Indonesia. ”Semua berjalan demikian cepat. Saya sendiri tak mengira kalau perusahaan yang bisa dikatakan industri rumahan bisa seperti sekarang,”kata Siswati. Kini produksi mainan edukatif CV Putra Putri dengan merek dagang Papoe (singkatan dari putra dan poetri) telah merambah 33 provinsi di Indonesia. Dari Sabang di Aceh sampai Merauke di Jayapura.
Pabriknya yang berdiri di atas lahan seluas 1.500 meter persegi di Desa Kembangbunder, Jombang, setiap bulan telah mampu memproduksi hingga 513 jenis mainan edukatif untuk anak di usia emas (golden age),0-4 tahun.CV Putra Putri juga menampung pekerja yang sebagian besar dari warga sekitar, ditambah beberapa pekerja mantan karyawan PT Mentari Toy. Atas prestasi itu, banyak penghargaan yang diterima Siswati.Perusahaannya kerap menjadi contoh pembuatan alat edukatif yang ramah lingkungan, memerhatikan aspek kesehatan, dan tidak membahayakan untuk anak balita.
”Pelatihan-pelatihan yang saya dapatkan membantu saya membuat mainan yang memperhatikan standar keselamatan dan keamanan. Semua bahan yang kami gunakan aman dan tidak mengandung racun,”ungkapnya. Dia juga dipercaya menerima pinjaman bank sebesar Rp125 juta dari BNI.Jumlahnya terus meningkat hingga kini menjadi Rp150 juta. Siswati memilih BNI karena mutu pelayanan dan suku bunganya yang kompetitif. Namun,tak selamanya roda bisnis CV Putra Putri berjalan mulus. Nah, situasi yang paling sulit dihadapi Siswati adalah penjiplakan yang dilakukan perusahaan lain terhadap Papoe, brand produk CV Putra Putri.Penjiplakan hasil karya ini,menurut Siswati, sudah cukup mencemaskan.
”Banyak komplain ke kami bahwa produk bikinan Jombang kurang baik.Padahal, setelah kami selidiki,ternyata produk itu dari daerah lain,”katanya. Ironisnya, tak banyak pilihan bagi Siswati untuk keluar dari masalah ini. Untuk mendaftarkan hasil karyanya, setiap item dikenai biaya registrasi Rp600.000. Bisa dibayangkan, berapadanayangharus dikeluarkan CV Putra Putri untuk mematenkan ratusan jenis mainannya. Ini belum termasuk empat jenis mainan baru yang setiap bulan diciptakan CV Putra Putri.”Kesadaran penghargaan terhadap karya orang lain masih minim,”katanya. Tantangan lain datang dari kemunculan perusahaan-perusahaan sejenis.
Banyak perusahaan baru menawarkan harga jual lebih rendah sehingga merusak harga pasar.Serbuan produk murah dari China meski tidak terlalu berpengaruh signifikan juga menjadi ujian lainnya. Meski tantangan dan cobaan sepertinya tak pernah berhenti mendera,istri seorang dosen di sebuah universitas di Kota Malang tersebut tetap tegar. Salah satu pendorong semangatnya adalah obsesi mulia untuk memberi pekerjaan bagi banyak orang.“Kami berobsesi bisa menampung 1.000 karyawan dari tempat saya bekerja dulu (Mentari Toy),”katanya. Siswati juga ingin wilayah pemasaran usahanya tidak hanya di dalam negeri.Ke depan dia ingin produk Papoe bisa diekspor ke luar negeri.
Dia mengatakan, ada beberapa pihak yang sudah menjajaki untuk mengekspor produknya.” Mudah-mudahan dalam waktu dekat, produk saya juga bisa dijual ke luar negeri,”harapnya. Cita-cita mulia lainnya adalah keinginannya mendirikan anak usaha dari bidang yang digelutinya saat ini. Siswati ingin membuat perusahaan ekspedisi. Perusahaan ekspedisi akan turut membantu memperlancar distribusi barang. Usaha ekspedisi diakuinya juga punya prospek cerah. ”Dengan adanya usaha tersebut, saya harap dapat kembali mengentaskan pengangguran di wilayah sekitar,”katanya. Tak berhenti di sini, cita-cita mulia Siswati masih berderet antara lain mendirikan sekolah untuk anak usia dini dengan standar tinggi.
Dia ingin anak-anak di Jombang, khususnya di sekitar perusahaannya, berdiri menjadi anak cerdas, mampu meraih cita-cita setinggi langit.Begitulah Siswati,perempuan pengusaha asal Jombang, yang senantiasa tak bisa lepas dari tanggung jawabnya sebagai seorang ibu, turut membesarkan dan mendidik anak-anak Indonesia.
Sumber : http://anehbinunik.blogspot.com/2010/03/korban-phk-yang-kini-omzetnya-rp8.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar